Prof. Khoo Kay Kim said...

"The university today does not teach people how to think. The students come to university to make money. I always said to my students if you want to be rich don't come to university. The rich Chinese are mostly uneducated. To be rich you are not obliged to be highly educated. You can just pick one spot in KL and start selling Nasi Lemak and trust me your earning will be higher than university's Professor. People come to university in order to be a complete human being, not about making money. When I correct SPM history papers most of the time I will be correcting my own answer schemes. Our education system does not produce human but robots."- Prof Khoo Kay Kim

Rabu, Februari 24, 2010

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwwah


KH Rahmat Abdullah
(Ketua MPP Partai Keadilan)

Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling
memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan akhirnya
saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan yang disampaikan Kanjeng Nabi
SAW : "Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia
akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara
proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau cintai."
(HSR Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari).


Ini dalam kaitan interpersonal. Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve
kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah "La tha'ata limakhluqin fi
ma'shiati'l Khaliq". Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam
berma'siat kepada Alkhaliq. (HSR Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim).

Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya
pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah
: "Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis
rahabatus? shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) tidak
melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan
diri).


Bagi kesejatian ukhuwah berlaku pesan mulia yang tak asing di telinga
dan hati setiap ikhwah : "Innahu in lam takun bihim falan yakuna
bighoirihim, wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi"


(Jika ia tidakbersama mereka, ia tak akan bersama selain mereka. Dan mereka bila tidak
bersamanya, akan bersama selain dia). Karenanya itu semua akan terpenuhi
bila ?hati saling bertaut dalam ikatan aqidah?, ikatan yang paling kokoh dan
mahal. Dan ukhuwah adalah saudara iman sedang perpecahan adalah
saudara kekafiran (Risalah Ta'lim, rukun Ukhuwah).

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah Karena bersaudara di jalan ALLAH
telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, maka "kerugian apapun" yang
diderita saudara-saudara dalam iman dan da'wah, yang ditimbulkan oleh
kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan
beramal jama'i, akan mendapatkan ganti yang lebih baik. "Dan jika kamu
berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka
tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).

Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang
sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah terganggu
oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau oleh urusan
yang merugikan da'wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang bersangkutan
telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'-wah dan menepiskan
kepentingan lainnya. Ini jauh dari fikiran nekad yang membuat seorang
melarikan diri dari tanggungjawab keluarga.

Ada seorang ikhwah sekarang sudah masuk jajaran masyaikh. Dia bercerita,
ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing,
untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang
kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu.
Mereka mengontrak rumah petak sederhana.


"Begitu harus berangkat(berdakwah-red) mendung menggantung di wajah

pengantinku tercinta",tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi

menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da?wah telah mengelupas.

Kala itu jarang da'i danmurabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena

mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti

Juraij sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik
panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang
membingungkan justru "Zauji au da'wati" : Isteriku atau da?wahku ?".
Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah
dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi,
menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00.


Dia katakanpada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita

menemukan cintadalam da'wah. Apa pantas sesudah da?wah mempertemukan

kita lalu kitameninggalkan da?wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi

kita puncinta Allah". Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih
menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun
membaik setelah beberapa hari. Beberapa tahun kemudian setelah beranak
tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anakanaknyalah
yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal
dirumah? Sekarang ini keluarga da?wah tersebut sudah menikmati berkah
da?wah.

Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da?wah.
Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap
ditinggalkan untuk da'wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absen
dalam pertemuan kader (liqa'). Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai
menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna
waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (Qs. 48:11).


Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus
hadir dalam tugas-tugas da?wah". Pada giliran berangkat keesokan harinya
ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang sudah
memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?".


Maka ia pun absen lagi dan dimuhasabah lagi sampai dan menangis-nangis lagi.
Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua
datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus
berangkat ternyata ujian dan cobaan datang kembali dan iapun tak hadir lagi
dalam tugas-tugas dak-wah. Sampai hari ini pun saya melihat jenis akh
tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah
merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da?wah, baik
halaqah atau pun musyawarah yang keseluruhannya penuh berkah.
Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain
pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati
ikhlas ? Saya tak tahu apakah mereka menemukan sesuatu yang lain, "in
lam takun bihim falan takuna bighoirihim".

Di Titik Lemah Ujian Datang Akhirnya dari beberapa kisah ini saya
temukan jawabannya dalam satu simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik
ayat QS Al-A?raf Ayat 163 : "Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi
pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu,
ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di
hari mereka tidak bersabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji
mereka karena kefasikan mereka". Secara langsung tema ayat tentang sikap
dan kewajiban amar ma?ruf nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang
menambah kekayaan wawasan kita. Ini terkait dengan ujian.

Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar,
tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hanya
ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, keteguhan
dalam berda'wah lebih sedikit waktunya dibanding berbagai kenikmatan
hidup yang kita rasakan. Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih
banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila.
Selebih dari ujian-ujian kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian.
Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da'wah sekarang secara ekonomi
semakin lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda
ekonominya sedang dibawah.

Seorang masyaikh da'wah ketika selesai menamatkan pendidikannya di
Madinah, mengajak rekannya untuk mulai aktif berda?wah. Diajak menolak,
dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang
dan kalau berda'wah, da'wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian
mereka bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Syaikh tersebut.

Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena
sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada
titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang
seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum?at jam 11.50
datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da?wah datang orang
menyibukkan mereka dengan berbagai cara. Tapi kalau mereka bisa
melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila
diam salju itu tak akan me-nyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang salju
membiarkannya berlalu. Kita harus menerobos segala hal yang pahit seperti
anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai maghrib.
Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil
melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.

Iman dan Pengendalian Kesadaran Ma?iyatullah Aqidah kita
mengajarkan, tak satupun terjadi di langit dan di bumi tanpa kehendak
ALLAH. ALLAH berkuasa menahan keinginan datangnya tamu-tamu yang
akan menghalangi kewajiban da'wah. Apa mereka fikir orang-orang itu
bergerak sendiri dan ALLAH lemah untuk mencegah mereka dan
mengalihkan mereka ke waktu lain yang tidak menghalangi aktifitas utama
dalam da'wah? Tanyakan kepada pakarnya, aqidah macam apa yang dianut
seseorang yang tidak meyakini ALLAH menguasai segalanya?


Mengapa mereka yang melalaikan tugas da?wahnya tidak berfikir perasaan sang isteri
yang keberatan ditinggalkan beberapa saat, juga sebenarnya batu ujian yang
dikirim ALLAH, apakah ia akan mengutamakan tugas da?wahnya atau
keluarganya yang sudah punya alokasi waktu ? Yang ia beri mereka
makanan dari kekayaan ALLAH ?

Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam
berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi meninggalkan kewajiban
liqa?, syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu,
pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari
kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan. Bahkan orang-orang salih
dimasa dahulu mengatakan "Seandainya para raja dan anak-anak raja
mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majlis ilmu,
niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang".
Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan diikuti, dihayati dan
diperjuangkan. Berda?wah adalah nikmat, berukhuwah adalah nikmat, saling
menopang dan memecahkan problematika da?wah bersama ikhwah adalah
nikmat, andai saja bisa dikhayalkan oleh mereka menelantarkan modal usia
yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia yang menipu dan impian yang tak
kunjung putus.

Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang lemah di
bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di bidang
keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang keuangan,
jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu lemah di
uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi popularitas,
riya? mungkin? dimasa ujian ? akan menemukan orang yang terkesan tidak
menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin diuji dengan
jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun.Yang lemah dalam kejujuran
mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya ?selamat? dengan
berdusta lagi. Dan itu arti pembesaran bencana.

Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah (d/h
Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis bahwa dia tidak
sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu nasibnya. Bukankah
tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat, dunia dan akhirat dengan
meletakkan diri mereka dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW ? Ternyata
banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan harta yang ALLAH berikan,
tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu, gagasan dan kesehatan yang
seluruhnya akan menjadi beban tanggungjawab dan penyesalan.

Seni Membuat Alasan Perlu kehati-hatian ? sesudah syukur ? karena kita
hidup di masyarakat Da?wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi.
Mereka yang cerdas tidak akan membodohi diri mereka sendiri dengan
percaya kepada sangkaan baik orang kepada dirinya, sementara sang diri
sangat faham bahwa ia tak berhak atas kemuliaan itu. Gemetar tubuh Abu
Bakar RA bila disanjung. "Ya ALLAH, jadikan daku lebih baik dari yang
mereka sangka, jangan hukum daku lantaran ucapan mereka dan ampuni
daku karena ketidaktahuan mereka", demikian ujarnya lirih. Dimana posisi
kita dari kebajikan Abu Bakr Shiddiq RA ? "Alangkah bodoh kamu, percaya
kepada sangka baik orang kepadamu, padahal engkau tahu betapa diri jauh
dari kebaikan itu", demikian kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu
Athai'Llah.

Diantara nikmat ALLAH ialah sitr (penutup) yang ALLAH berikan para hamba-
Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu mengkhayal
tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan lapang hati
komunitas da?wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman maaf, "Afwan
ya Akhi".

Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar Kelengkapan
Amal Jama?i tempat kita ?menyumbangkan? karya kecil kita, memberikan
arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan kebesaran
bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama?i kita, tanpa harus
mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da?wah. "Mereka membangkitbangkitkan
(jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan : ?Janganlah
bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi kekuatan Islam,
(sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu karunia besar
dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang jujur" (Qs.
49;17).

ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da?wah. Ini adalah
karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu ? karena
ketidakpuasan yang lahir dari konsekwensi bergaul dengan manusia yang
tidak maksum dan sempurna ? menung-gu musibah dan kegagalan, untuk
kemudian mengatakan : "Nah, rasain !" Sepantasnya bayangkan, bagaimana
rasanya bila saya tidak bersama kafilah kebahagiaan ini?.

Saling mendo'akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi
mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak motivasi
lain bagi saudara yang berdoa itu. ALLAH akan mengabulkannya dan
malaikat akan mengamininya, seraya berkata : "Untukmu pun hak seperti
itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah dan
jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling
mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan
cinta fi'Llah.


Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu
dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.[]
Versi Cetak Kirim ke rekan Copyright © 1999-2005 DPP PK Sejahtera
Redaksi Info Iklan DonasiWeb

Tiada ulasan: