Prof. Khoo Kay Kim said...
"The university today does not teach people how to think. The students come to university to make money. I always said to my students if you want to be rich don't come to university. The rich Chinese are mostly uneducated. To be rich you are not obliged to be highly educated. You can just pick one spot in KL and start selling Nasi Lemak and trust me your earning will be higher than university's Professor. People come to university in order to be a complete human being, not about making money. When I correct SPM history papers most of the time I will be correcting my own answer schemes. Our education system does not produce human but robots."- Prof Khoo Kay Kim
Khamis, Oktober 28, 2010
SYARAT-SYARAT KEMENANGAN DALAM DA’WAH
Allah swt berfirman:
Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (QS Al Isra’: 5)
Ikhwati fillah …
Alhamdulillah pada saat ini kita bisa bertemu kembali melalui media taujihat ini, semoga Allah swt menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan berbagai titah dan mengikuti yang terbaik darinya. Amin. Shalawat dan salam semoga Allah swt sampaikan untuk Rasulullah saw teladan kita, juga untuk seluruh keluarga beliau, sahabat dan semua orang yang mengikuti mereka dengan ihsan, sampai hari kiamat nanti. Dan semoga kita termasuk bagian dari mereka. Amin.
Ikhwati fillah …
Saat kita mengikuti berbagai berita, melalui surat kabar dan televisi. Baik berita internasional,
regional, maupun lokal. Banyak hal bisa kita ikuti, kita baca, kita dengar dan kita lihat. Namun, bagi kita para da’i, para penda’wah, kader dan simpatisan da’wah, berbagai hal yang kita ikuti, kita baca, kita dengar dan kita lihat itu harus membawa pengaruh kepada da’wah kita. Baik dari sisi pemahaman, keikhlasan, ketaatan, maupun rukun-rukun bai’at lainnya. Jika tidak, maka segala yang kita lakukan itu hanyalah merupakan tamattu’ dzihni (kenikmatan akal pikiran) semata.
Padahal kita semua telah mengikrarkan diri untuk melakukan ad-da’wah ilaLlah (berda’wah di jalan Allah swt). Ikrar yang kita lanjutkan dengan syi’ar: “La nahya illa bidda’wati wala tahya ad-da’watu illa bina” (kami tidak bisa hidup tanpa berda’wah dan da’wah tidak akan hidup tanpa kita).
Ikhwati fillah …
Dari sekian banyak perkembangan dan berita yang terjadi di sekeliling kita, ada satu hal yang patut menjadi renungan bersama kita. Namun tidak boleh berhenti sebatas renungan. Melainkan harus kita tindaklanjuti dalam bentuk peran serta aktif, amal-amal yang produktif, kontinyu (berkelanjutan) dan berkesinambungan.
Di antara berita-berita yang kita ikuti itu adalah: penjajahan Amerika atas Afghanistan, lalu disusul oleh penjajahan Amerika atas Iraq. Dahsyatnya lagi, penjajahan itu mendapatkan pengesahan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dengan score 14 setuju dan 1 tidak hadir. Perjuangan bangsa Palestina atas penjajahan Israel belum juga mendapatkan kemenangannya. Sehingga, ada sebagian umat, bahkan sebagian kader da’wah yang bertanya-tanya: “Mengapa kita belum mendapatkan kemenangan?”
Ikhwati fillah …
Terhadap pertanyaan seperti ini, kita perlu memahaminya dalam dua tahap:
Pertama: Tabi’at da’wah atau sunnatud-da’wah memang dikehendaki Allah swt untuk berjalan
demikian. Allah swt telah menetapkan bahwa da’wah tidak serta merta mendapatkan
kemenangannya tanpa melalui proses pengujian terhadap para kader dan pendukungnya. Ketetapan ini berlaku semenjak nabiyullah Nuh ‘alaihis-salam (sebagai nabi yang Allah swt utus setelah adanya kemusyrikan), sampai kepada nabi akhir zaman, nabi kita Muhammad saw. Dan akan terus berjalan sampai hari kiamat nanti, tanpa ada perubahan dan pergantian. Kita bisa mengingat kembali firman Allah sebagai berikut ini:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS Al Baqarah: 214)
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orangorang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (QS Ali Imran: 42)
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS At-Taubah: 16)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang menjelaskan demikian.
Kedua: Kemenangan hakiki itu ada syarat-syaratnya. Jika kita telah memenuhi syarat-syarat itu, niscaya Allah swt akan berikan kemenangan itu kepada kita. Namun, jika syarat-syarat itu belum kita penuhi, atau dengan kata lain, belum ada pada kita, maka tentu saja Allah swt tidak akan berikan kemenangan hakiki itu kepada kita.
Syarat-syarat kemenangan –sebagaimana dijelaskan dalam QS Al Isra: 5 di atas antara lain:
1. Al ‘Ubudiyyah al kamilah (penghambaan yang sempurna) kepada Allah swt, al ‘ubudiyyah
yang mengembalikan umat untuk berorientasi ke masjid (khususnya al masjid Al Aqsha –
kiblat pertama kaum muslimin).
2. Al Qudrah ‘ala ba’sin syadid (kemampuan untuk memiliki, menguasai dan mempergunakan
daya kekuatan yang besar)
Ikhwati fillah …
Bila QS Al Isra ayat 5 di atas kita renungkan secara mendalam, kita akan mendapatkan:
a. Ayat lima di atas diawali dengan maqam (kedudukan) tertinggi Rasulullah saw, yaitu
maqam ‘ubudiyah (kedudukan sebagai hamba Allah swt) sebagaimana tersebut pada ayat
pertama surat Al Isra.
b. Bagian awal dari surat Al Isra’ juga mengisahkan nabiyullah Nuh ‘alaihis-salam dan
bahwasanya dia adalah seorang abdan syakuuran (hamba Allah swt yang banyak
bersyukur).
c. Bagian awal dari surat ini juga mengisahkan tentang nabiyullah Musa ‘alahis-salam yang
menerima al kitab dari Allah swt sebagai hudan (petunjuk) bagi Bani Israil. Dan
bahwasanya mereka disyaratkan untuk tidak menyekutukan Allah swt dengan sesuatu
apapun.
d. Al ‘Ubudiyah semata tidaklah cukup untuk menghancurkan hegemoni Yahudi yang merusak
bumi dan sombong (QS Al Isra: 4). Namun, al ‘ubudiyyah itu harus diikuti dengan
persiapan, pengadaan dan penguasaan sumber-sumber ba’sin syadid (kekuatan besar yang
dahsyat)
e. QS Al Isra’ ini juga menjelaskan bahwa pasukan yang mampu mengakhiri hegemoni Yahudi
yang selalu berbuat kerusakan dan congkak di muka bumi itu adalah pasukan yang
berorientasi kepada masjid (QS Al Isra : 7)
Ikhwati fillah …
Setelah kita mengetahui dua persyaratan besar dan utama bagi kemenangan ini, marilah kita
melakukan introspeksi terhadap diri kita. Sudahkah kita memenuhi persyaratan kemenangan ini? Jika jawaban kita belum, dalam arti: kita belum menjadi hamba Allah swt yang sempurna, mungkin dalam diri kita masih ada penghambaan kepada harta, wanita, tahta dan semacamnya. Atau mungkin kita sudah menjadi hamba Allah swt yang sempurna, namun, sudahkah kita memenuhi kualifikasi uli ba’sin syadid (pemilik kekuatan besar yang dahsyat)? Bila jawaban kita adalah belum, maka tahulah kita, mengapa kita dan da’wah kita belum mendapatkan kemenangan.
Dan ini berarti penegasan kepada kita untuk terlebih dahulu memenuhi QS Al Anfal: 60 yang
memerintahkan kita untuk mempersiapkan kekuatan dengan baik, agar musuh-musuh Allah swt menjadi gentar atas kesiapan kita itu, wallahu a’lam
َأُقو - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Seri Taujihat Ri’ayah Ma’nawiyah terdiri dari Khithab Qiyadi, Taujihat Lailatul Katibah dan Taujihat Dua Pekanan.
Taujihat tersedia dalam bentuk audio, vcd dan tulisan.
Taujihat Ri’ayah Ma’nawiyah terbit secara berkala dalam rangka penyiagaan kader menghadapi agenda Da’wah 1424 H.
kaderisasi@pk-sejahtera.org
Langgan:
Catatan (Atom)